Menjawab perubahan cuaca yang terjadi di wilayah Bandung, belum lama ini Plt Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan bahwa suhu udara yang terjadi di Bandung dan sekitarnya merupakan fenomena alamiah yang biasa terjadi pada musim kemarau.

“Karena udaranya kering, jadi kapasitas untuk menyimpan panas tidak sebanyak ketika misalkan udaranya lembab. Jadi pada saat pagi dingin di daratan kan lebih cepat memanas, makanya siang itu panas. Jadi begitulah cuaca pagi dan siang ketika musim kemarau,” ujar Ardhasena kepada wartawan Liputan6.com.

Dia menjelaskan perbedaan cuaca antara pagi dan siang itu terlihat di daerah dataran tinggi. Jika malam terasa panas, maka paginya terasa lebih dingin. 

“Kalo pagi di Jakarta juga lebih ade,  tapi kontrasnya tidak sebesar di daerah pegunungan,” ujarnya.

Musim kemarau ini akan berlangsung hingga September. Namun, untuk suhu dingin yang terjadi di Bandung, Dieng, Malang hanya terjadi beberapa minggu saja.

Menurut data BMKG, pada 14 Juli hingga 18 Juli 2023, suhu minimum di Bandung mencapai 17 derajat Celsius. Angka tersebut dapat dikatakan sebagai dibawah suhu minimum normal.

Kepala BMKG Bandung Teguh Rahayu, menyebut suhu minimum normal pada bulan Juli itu mencapai 18,2 derajat Celsius, sedangkan pada Agustus mencapai 17,5 derajat Celsius.

Suhu udara dingin yang terjadi saat ini memang fenomena yang terjadi setiap tahunnya yaitu saat masa puncak kemarau pada Juli-Agustus.

“Pada 14-18 Juli, BMKG mencatat suhu Kota Bandung sempat mengalami kenaikan dari 19 derajat ke 20 derajat celsius. Namun pada 18 Juli memang terjadi penurunan suhu ke 17 derajat Celsius,” terang Rahayu.