Jakarta, CNN Indonesia

Kementerian Kesehatan mengklaim Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan tidak melarang keberadaan organisasi profesi kesehatan.

“Tidak ada satu pasal pun di dalam RUU Kesehatan yang melarang keberadaan organisasi profesi. Tegas disampaikan bahwa setiap orang itu memiliki hak berserikat dan berkumpul hingga mengeluarkan pendapat,” kata Kepala Biro Hukum Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Indah Febrianti, dalam Dialog ‘Kemen-Cast’, Kamis (29/6) dikutip dari Antara.

Ia mengatakan pemerintah tidak bisa memberikan layanan kesehatan yang optimal kepada masyarakat tanpa dukungan berbagai pihak, termasuk organisasi profesi.

Keputusan untuk menghapus keberadaan organisasi profesi, kata Indah, jelas melanggar ketentuan Pasal 28 huruf e UUD 1945 tentang kebebasan berkumpul dan berserikat.

“Jadi, tidak benar pemerintah akan menghapus atau melarang keberadaan organisasi profesi,” katanya.

Pembentukan RUU Kesehatan, katanya, bertujuan untuk meningkatkan layanan kesehatan bermutu dan akses yang lebih terjangkau oleh masyarakat. Selain itu, RUU Kesehatan juga mendudukkan peranan pemerintah dan organisasi profesi yang lebih jelas.

“RUU Kesehatan juga memiliki bagian mendudukkan peran partisipasi masyarakat dalam program kesehatan, termasuk organisasi kesehatan,” kata Indah.

Sebelumnya, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi, di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (5/6), menjelaskan salah satu keberatannya terkait RUU ini bukan soal pelarangan.

Ia menyebut bakal ada ketidakpastian hukum organisasi profesi kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, kebidanan dan apoteker. Pasalnya, RUU Kesehatan ini menihilkan sembilan UU yang terkait keprofesian dan kesehatan dihilangkan.

Yakni, UU No.4/1984 tentang wabah kesehatan menular, UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No.36/2009 tentang Kesehatan, UU No.44/2009 tentang Rumah Sakit, UU No. 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa.

Selain itu, UU No.36/2004 tentang Tenaga Kesehatan, UU No.38/2014 tentang Keperawatan, UU No.6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, UU No.4/2009 tentang Kebidanan.

“Pertama berkaitan dengan profesi, ada pasal-pasal dalam untuk RUU ini belum memenuhi unsur-unsur perlindungan dan kepastian hukum kepada tenaga medis/kesehatan,” ujar Adib Khumaidi.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Emi Nurjasmi mengungkapkan muatan RUU itu tidak memberikan kepastian terkait kontrak kerja bagi tenaga medis dan kesehatan.

“Belum tampak perbaikan dari perlindungan (hukum) bagi tenaga medis dan kesehatan dalam hal kontrak kerja, sebagaimana UU Existing yang seharusnya cukup dibuat peraturan perundang-undangan pada tingkat di bawahnya yang lebih spesifik,” ujarnya.

(Antara/arh)