Isu polusi udara untuk kota-kota besar dunia memang sering menjadi perhatian. Seperti halnya yang terjadi di Jakarta. Beberapa hari terakhir masyarakat mengeluhkan kondisi polusi Jakarta yang terlihat berkabut meskipun cuaca cerah.
Berdasarkan situs pemantauan kualitas udara dunia IQAir pada Sabtu, 24 Juni 2023 AQI US Jakarta mencapai angka 145 termasuk kategori tidak sehat. Sedangkan sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP 45/MENLH/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara telah ditetapkan bahwa untuk mengukur kualitas udara di berbagai daerah di Indonesia berdasarkan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).
Parameter baik buruknya kualitas udara dibagi menjadi lima kategori yaitu sebagai berikut:
– Baik (0-50), tingkat kualitas udara tidak memberi efek buruk bagi kesehatan manusia atau hewan, serta tidak mempengaruhi tumbuhan, bangunan, dan nilai estetika.
– Sedang (51-100), tingkat kualitas udara tidak memberi efek buruk bagi kesehatan manusia dan hewan, namun mempengaruhi tumbuhan yang sensitif, serta nilai estetika.
– Tidak sehat (101-199), tingkat kualitas udara merugikan manusia dan kelompok hewan yang sensitif, serta menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.
– Sangat tidak sehat (200-199), tingkat kualitas udara merugikan manusia dan kelompok hewan yang sensitif, serta menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.
– Berbahaya (300-lebih), tingkat kualitas udara berbahaya secara umum dan menimbulkan kerugian kesehatan yang serius.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Erni Pelita Fitratunnisa menyatakan untuk mengetahui kondisi kualitas udara Jakarta, pihaknya menggunakan acuan dari Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) yang tersebar di lima kota administrasi dan tiga mobile station. Selain itu Pemprov DKI Jakarta juga berkolaborasi dengan pihak mitra terkait pengukuran kualitas udara yang tersebar di 14 titik.
Untuk periode akhir Mei-awal Juni 2023, konsentrasi rata-rata harian PM2.5 di Jakarta berada pada level 47,33- 49,34 µg/m3. Ambang batas PM 2.5 yang ditetapkan oleh WHO yaitu sebesar 15 mikrogram per meter kubik, sedangkan standar pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebesar 55 mikrogram per meter kubik.
Fitri, sapaan Erni Pelita Fitratunnisa, menyatakan, ada sejumlah faktor yang memengaruhi kondisi kualitas udara di Jakarta, yakni alam dan aktivitas manusia. Untuk faktor alam seperti cuaca, arah angin, kelembaban. Saat musim kemarau seringkali ada faktor kenaikan suhu hingga pergerakan angin yang lambat. Sedangkan aktivitas manusia terdiri dari sektor transportasi dan industri.
Berdasarkan penghitungan inventarisasi emisi polusi udara yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Vital Strategies menunjukkan bahwa sumber polusi terbesar di Ibu Kota adalah dari sektor transportasi untuk polutan PM2.5, NOx, dan CO. Sementara kontributor kedua adalah industri pengolahan terutama untuk polutan SO2.
“Jadi kalau disampaikan di bulan Juni-Juli kita mulai memasuki musim kemarau, artinya kondisi kualitas udara kita juga menunjukan tingkat kosentrasi yang dikatakan mungkin tidak seperti pada bulan di musim penghujan,” kata Fitri kepada Liputan6.com.
Kendati begitu biasanya penurunan konsentrasi polutan akan terjadi saat musim hujan. Fitri menyebut Pemprov DKI Jakarta telah mempersiapkan sejumlah strategi untuk penanggulangan polusi udara tersebut. Pertama yaitu penyusunan regulasi pengendalian udara yang telah dilakukan sejak tahun 2005 atau Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Berdasarkan aturan tersebut Pemprov DKI Jakarta juga menurunkan sejumlah aturan sebagai upaya percepatan pengendalian pencemaran udara. Salah satunya melalui Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara. Dalam aturan itu terdapat tujuh aksi yang harus dilakukan, yaitu uji emisi dan peremajaan kendaraan umum melalui program Jak Lingko pada tahun 2020.
Lalu, kedua, perluasan kebijakan ganjil genap, peningkatan tarif parkir di wilayah yang terlayani angkutan umum, dan congestion pricing. Ketiga, pengetatan uji emisi untuk kendaraan pribadi.
Keempat, peralihan moda transportasi umum dan meningkatkan kenyamanan berjalan kaki. Kelima, pengendalian terhadap sumber penghasil polutan tidak bergerak khususnya pada cerobong industri aktif. Keenam, penghijauan pada sarana dan prasarana publik dan ketujuh adalah peralihan energi terbarukan.
Leave a Reply