Sementara itu, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengelaborasi lebih jauh dan menyampaikan tiga hal utama yang selayaknya menjadi fokus APSC, yaitu:
Pertama, penanganan tantangan keamanan non-tradisional.
Dalam tiga tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah menangani lebih dari 2.700 kasus perdagangan orang yang melibatkan penipuan online. Laporan Interpol juga menyatakan bahwa total kerugian dari kejahatan siber meningkat 15% tiap tahunnya hingga 2025.
“ASEAN harus mengedepankan pendekatan yang lebih komprehensif terhadap kejahatan perdagangan orang, termasuk dengan menyelesaikan Perjanjian Ekstradisi ASEAN yang sudah lama tertunda,” ujar Menlu Retno.
Kedua, mendorong kemajuan HAM di kawasan.
ASEAN harus terus mengikuti perkembangan tantangan yang ada agar dapat melindungi HAM dengan lebih baik, termasuk melalui dialog inklusif.
“Inilah alasan Indonesia mengupayakan ASEAN Leaders’ Declaration on ASEAN Human Rights Dialogue,” ucap Menlu Retno. Indonesia juga akan menjadi tuan rumah 5th ASEAN Human Rights Dialogue pada tahun ini.
Ketiga, peningkatan kerja sama maritim.
Indo-Pasifik memiliki potensi yang strategis, namun kepentingan negara-negara besar dapat membahayakan perdamaian dan stabilitas di kawasan.
Ke depannya, ASEAN harus lebih konsisten menerapkan hukum internasional dan perjanjian regional sebagai inti upaya pembentukan arsitektur regional. Mekanisme ini diharap dapat mengubah paradigma persaingan menjadi paradigma kolaborasi.
Dalam pertemuan tersebut, negara-negara anggota ASEAN menyampaikan apresiasi terhadap implementasi APSC Blueprint 2016-2025 yang telah mencapai 99%. Mereka juga menekankan pentingnya penandatanganan Traktat Kawasan Bebas Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ) oleh negara nuklir, penanggulangan perdagangan manusia dan kejahatan transnasional lainnya, serta penghormatan HAM.
(*)