Tag: Konflik

Panglima TNI Minta Maaf Soal Pernyataan Piting Warga Konflik Rempang

Belakangan ini viral beredar di media sosial terkait instruksi Panglima TNI Laksamana Yudo Margono kepada prajurit terkait penanganan demo massa di wilayah Rempang, Kepulauan Riau. Perihal, perintah ‘memiting’ masyarakat yang melakukan demonstrasi.

“Enggak usah pakai alat, dipiting saja satu-satu. Tahu dipiting? Nah itu dipiting satu-satu,” kata Yudo dalam video potongan tersebut.

Atas potongan video itu, Mabes TNI memberikan klarifikasi terkait instruksi Panglima TNI Laksamana Yudo. Bahwa pernyataan itu telah disalahpahami dari video yang beredar di media sosial, karena perbedaan konteks.

“Jika dilihat secara utuh dalam video tersebut, Panglima TNI sedang menjelaskan bahwa demo yang terjadi di Rempang sudah mengarah pada tindakan anarkisme,” kata Kapuspen TNI, Laksamana Musa Julius Widjojono dalam keteranganya, Senin (18/9/2023).

“Yang dapat membahayakan baik aparat maupun masyarakat itu sendiri. Sehingga meminta agar masing-masing pihak untuk menahan diri,” tambah Julius.

Menurutnya, instruksi Panglima TNI tersebut ditujukan agar anggota yang mengamankan tidak menggunakan alat/senjata, dalam mengamankan aksi demo Rempang. Hal tersebut untuk menghindari korban, sehingga lebih baik menurunkan prajurit lebih banyak dari pada menggunakan peralatan yang bisa mematikan.

“Panglima mengatakan, jangan memakai senjata, tapi turunkan personel untuk mengamankan demo itu,” ujarnya.

Ganjar Sebut Banyak Konflik Agraria Tak Tercatat, Singgung Rempang

Jakarta, CNN Indonesia

Bakal capres PDIP, Ganjar Pranowo meyakini banyak konflik agraria atau perebutan lahan yang tidak tercatat dan berada di luar sorot pemberitaan media.

Ganjar mengaku memiliki banyak pengalaman soal itu selama 10 tahun menjadi Gubernur Jawa Tengah. Menurut dia, konflik agraria umumnya muncul karena pelaku kepentingan tak melakukan mitigasi.

“Dugaan saya kasusnya lebih banyak dari itu. Bukan 212. Itu yang tercatat terlaporkan oleh kawan-kawan media. Dugaan saya lebih. Karena saya banyak menangani banyak hal itu,” kata Ganjar di kuliah kebangsaan FISIP UI, Senin (18/9).

Pernyataan itu Ganjar sampaikan merespons pertanyaan salah satu panelis dalam acara itu, Della Azzahra, seorang mahasiswa di Departemen Ilmu Politik UI. Dia menyorot kenaikan konflik agraria dari semula 207 pada akhir 2021, menjadi 2012 pada 2022 menurut data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).

“Meskipun hanya naik lima kasus, secara jumlah, tapi luas konflik meningkat drastis bahkan hingga 100 persen dari 500 ribuan hektar menjadi 1 juta hektar,” ucap Della.

Menurut Ganjar, selain minim mitigasi, konflik agraria muncul karena pemerintah tak menghormati hak masyarakat. Dia lalu bercerita pengalamannya di Jateng, saat mengerjakan satu proyek jalan. Ganjar mengaku sempat menolak usulan agar jalan dibuat lurus. Sebab, hal itu akan memicu konflik besar dengan masyarakat.

“Bahwa kalau dibuat lurus seperti ini, jaraknya jauh lebih pendek. Tapi itu akan memotong sekian kampung dan rumah. Anda sudah analisis konfliknya seperti apa? ‘Pak Ganjar punya usulan? Punya’. Bagaimana kalau kemudian kita, berputar jalannya,” kata Ganjar.

Menurut dia, sejumlah konflik agraria banyak terjadi karena harga yang belum disepakati antara pemilik lahan atau masyarakat dengan pemerintah. Ganjar juga tak tak menampik kenaikan harga lahan saat dibutuhkan untuk sebuah proyek strategis.

“Tapi kalau ada pekerjaan harganya tinggi. Itu ya, kondisi sosiologis biasa saja. Supply and demand. Terus kemudian mereka menegosiasikan itu,” katanya.

Namun, dia menyoroti mitigasi yang juga kerap diabaikan pemerintah. Menurut dia, pemerintah memang kerap lebih memilih jalan praktis dibanding melakukan pendekatan secara persuasif dari berbagai aspek, mulai dari sosiologis, antropologis, hingga psikologis.

“Tapi sebenarnya mitigasinya yang kurang. Kalau itu kemudian tanah akan diberikan katakan kalau sekarang yang ramai di Rempang, bagaimana sih caranya itu tanah siapa. Mitigasi itu lah yang kemudian penting untuk mencegah,” kata Ganjar.

Ujungnya, sebuah proyek strategis kerap melahirkan konflik karena pemerintah lebih memilih jalur hukum. Menurut Ganjar, pendekatan hukum biasanya akan berakhir dengan bentrok.

“Akhirnya, hukumnya berjalan. Begitu hukum jalan, tampilannya adalah kekerasan. Itu yang terjadi,” kata dia.

(thr/DAL)


[Gambas:Video CNN]