Tag: Mencegah

Investasi Dalam Mencegah Stunting – STIKES BANYUWANGI

Oleh : Elita Endah M, M.Pd*

Elita Endah M, M.Pd – Dosen S1 Gizi

Indonesia merupakan salah satu negara dengan masalah gizi yang beragam, salah satunya masalah stunting. Berdasarkan data dari  laporan gizi global atau Global Nutrition Report pada 2018, Indonesia termasuk ke dalam 17 negara yang memiliki 3 permasalahan gizi sekaligus, stunting (pendek), wasting (kurus), dan overweight (obesitas).

Prevalensi  balita  dengan  stunting di Indonesia cukup tinggi, yakni 29,6%, hal ini berdasarkan dari hasil pemantauan status gizi pada 2017 serta data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada tahun 2019, menunjukkan angka 27,7%. Dapat diartikan bahwa sekitar satu dari empat anak balita di Indonesia mengalami stunting. Jika dibandingkan dengan ambang batas yang ditetapkan WHO yaitu 20%, maka angka tersebut bisa dibilang masih sangat tinggi.

Stunting  (kerdil)  suatu  kondisi  dimana  balita  memiliki  panjang  atau  tinggi  badan  yang  kurang  jika dibandingkan dengan yang seharusnya pada usia balita tersebut. Kondisi stunting merupakan masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi.

Baca Juga: Optimalisasi Peran Catin dalam Pencegahan Stunting

Stunting memiliki dampak yang kompleks, diantaranya peningkatan risiko terjadinya kesakitan, penurunan perkembangan otak, mental, dan motorik serta kesulitan  dalam  mencapai  perkembangan  fisik dan kognitif yang optimal hingga terjadi kematian pada balita, maka masalah stunting di Indonesia menjadi masalah yang signifikan serta merupakan ancaman serius yang memerlukan penanganan yang tepat.

Terkait dengan upaya penanganan stunting di Indonesia, pemerintah sudah menetapkan target Program Penurunan Stunting menjadi 14% pada tahun 2024. Menjadi sebuah tantangan besar bagi pemerintah dan rakyat Indonesia untuk memenuhi target tersebut, apalagi dalam kondisi pandemi ini. Tantangannya adalah aktivitas di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) berjalan kurang maksimal.

Tantangan kedua adalah kondisi ekonomi di Indonesia selama pandemi sedang mengalami penurunan, sehingga meningkatkan angka kemiskinan dan pengangguran. Padahal faktor ekonomi keluarga berkaitan erat dengan terjadinya stunting pada anak, karena mempengaruhi asupan gizi dan nutrisi yang didapatkannya.

Faktor utama terjadinya stunting adalah kurangnya asupan gizi anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dimulai sejak janin hingga anak berumur dua tahun, sementara kondisi di Indonesia terkait akses makanan bergizi seimbang belum merata. Padahal, pemenuhan gizi pada tahap tersebut sangat penting agar tumbuh kembang anak dapat optimal, karena pertumbuhan otak dan tubuh berkembang pesat pada 1000 HPK. Tak dapat dipungkiri peningkatan terhadap prevelensi stunting di Indonesia mungkin saja terjadi.

Menurut  Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moelok,

“Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih”.

Salah satu upaya penanggulangan stunting sekaligus investasi dalam mencegah stunting adalah perbaikan pola makan yaitu berupa pemenuhan gizi secara optimal pada masa 1000 HPK.

Baca Juga: Potensi Banyuwangi Dalam Pencegahan Stunting

Atas dasar tersebut, perlu dikenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari kepada masyarakat tentang istilah “Isi Piringku” yang dikombinasikan dengan makanan Bergizi, Beragam, Seimbang dan Aman (B2SA). Makna “Isi Piringku” yaitu dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani) dan karbohidrat dengan proporsi protein lebih banyak daripada karbohidrat.

Mengenal Pola makan B2SA

B2SA diartikan tentang implementasi konsumsi pangan dalam keluarga yang bisa dilakukan melalui pemilihan bahan pangan dan penyusunan menu dengan memperhatikan keragaman jenis pangan yang dikonsumsi.

Manfaat dari penerapan pola konsumsi pangan B2SA diantaranya, memenuhi kaidah mutu, keanekaragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalan. Disamping itu pola B2SA dianggap sebagai cara yang efektif dalam mencegah pemborosan pengeluaran biaya rumah tangga sehari-hari. Pola ini juga mengarahkan agar pemanfaatan pangan dalam tubuh (food utility) dapat lebih optimal.

Pola makan B2SA merupakan pola makan yang menggunakan susunan makanan untuk sekali makan atau untuk sehari menurut waktu makan (pagi, siang dan sore/malam), mengandung zat gizi untuk memenuhi kebutuhan tubuh dengan jumlah yang memenuhi kaidah gizi seimbang sesuai dengan daya terima (selera, budaya) dan kemampuan daya beli masyarakat serta aman untuk dikonsumsi. Pola makan ini diarahkan pada pemanfaatan pangan lokal dan hasil pekarangan. Beberapa  alasan kenapa pangan  B2SA dianjurkan untuk dikonsumsi masyarakat karena:

  • Beragam: pangan yang dikonsumsi terdiri dari berbagai macam, baik kandungan gizinya (sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral) maupun asal bahan pangannya, hewani maupun nabati. Tidak ada satu jenis pangan yang mempunyai kandungan zat gizi lengkap, setiap pangan biasanya mempunyai kelebihan atau kekurangan nutrisi/gizi tertentu, sehingga dengan mengkonsumsi pangan beragam maka nutrisi/gizi dari berbagai pangan saling menutupi sesuai dengan kebutuhan tubuh kita. Selain itu juga upaya menerapkan salah satu Rencana Strategis Kementrian Pertanian tentang peningkatan diversifikasi pangan. Diharapkan masyarakat tidak hanya tergantung pada satu jenis pangan tertentu saja. Misalnya tergantung pada beras atau terigu saja.
  • Bergizi: pangan yang dikonsumsi sehari-hari harus mengandung zat gizi. Zat gizi yang dibutuhkan manusia ada 2 macam yaitu zat gizi makro ada pada gologan karbohidrat, lemak, protein. Golongan kedua ialah zat gizi mikro, ada pada vitamin, mineral dan air. Manfaat zat gizi antara lain memelihara tubuh serta mengganti jaringan tubuh yang rusak (protein), memproduksi energi (karbohidrat, dan lemak), mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral serta cairan tubuh lainnya , sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit (vitamin, mineral dan air).
  • Seimbang: pangan yang dikonsumsi harus seimbang dari berbagai jenis/kelompok pangan serta sumber zat gizi. Konsumsi pangan dikatakan seimbang tergantung pada umur, jenis kelamin, aktivitas, ukuran tubuh dan keadaan fisiologi. Arti seimbang disini adalah seimbang jumlah antar kelompok pangan (pangan pokok, lauk pauk, sayur dan buah) berdasarkan cita rasa, daya cerna, daya terima anggota keluarga dan kemampuan daya beli keluarga. Juga dapat  diartikan seimbang dalam jumlah antar waktu makan (3 kali makan sehari).
  • Aman: Keamanan pangan yang dimaksut adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan tiga cemaran(cemaran biologis, kimia, dan benda lain) yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia baik secara langsung ataupun tidak langsung (jangka panjang). Serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.

Secara umum, jika kita konsumsi makanan sehari-hari kurang beraneka ragam, maka akan timbul ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif serta akan menimbulkan berbagai penyakit seperti gizi buruk atau obesitas. Lanjutannya adalah orang tersebut akan mudah jatuh sakit, kecerdasan menurun, bahkan kematian. Bagi penderita obesitas, rentan terkena penyakit degeneratif seperti diabetes, jantung, hipertensi dan lain-lain. Hal inilah yang menjadi dampak apabila tidak menerapkan pola B2SA.

Baca Juga: Strategi Pengendalian Stunting di Era Pandemi

Peran B2SA dalam mencegah stunting

Insiden stunting ini dapat meningkat tajam karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan seorang ibu dalam menyiapkan makanan bergizi bagi anaknya. Praktik pemberian makanan yang tidak tepat dapat mengakibatkan malnutrisi salah satunya adalah stunting. Dampak yang ditimbulkan malnutrisi pada periode ini akan bersifat permanen dan berjangka panjang.

Pemberian makanan pendamping dengan kecukupan gizi pada masa balita dengan menerapkan prinsip  “Isi Piringku “ yang dikombinasikan dengan pola makan “B2SA”sangat menunjang tumbuh kembangnya. Karena dengan melakukan prinsip tersebut, dapat mengurangi rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah, variasi makanan dan kualitas gizi,  yang bisa menjadi bagian dari masalah stunting. Menu B2SA merupakan tindak lanjut dari gerakan percepatan keanekaragaman konsumsi pangan. Dengan peningkatan kesadaran atas pentingnya pola konsumsi beragam dengan gizi seimbang, harapannya dapat mengurangi masalah stunting.

“Mari kita wujudkan masa depan anak yang lebih baik dengan  cegah stunting karena Cegah Stunting itu Penting”


 *Dosen S1 Gizi Stikes Banyuwangi

Mengontrol Stres dan Kecemasan untuk Mencegah Asam Lambung

Stres dan Kecemasan adalah salah satu faktor yang dapat menyebabkan naiknya asam lambung bahkan memperburuk gejalanya. Asam lambung muncul saat asam yang berada dalam lambung naik kembali menuju ke kerongkongan. Dalam hal ini, stres akan membuat kondisi menjadi lebih buruk, dan kecemasan merupakan respon terhadap stres. Inilah mengapa, stres akan membuat gangguan asam lambung langsung kambuh.

Seseorang dengan tingkat stres yang tinggi akan mengalami  gangguan pencernaan yang biasanya lebih parah dibandingkan  seseorang dengan kondisi serupa namun tidak sedang stres. Gejalanya seperti nyeri dan nyeri ulu hati yang berlebihan pada perut, yang terkadang bisa sangat mengganggu aktivitas. Stres dapat berperan dalam kambuhnya masalah lambung ini, sedangkan penyakit asam lambung dapat meningkatkan tingkat stres seseorang.

Kemudian ada beberapa faktor lain yang turut menyebabkan kambuhnya masalah lambung, seperti kebiasaan makan dalam jumlah banyak sebelum istirahat atau sebelum tidur, makan makanan pedas asam dan berlemak, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol berlebihan.

Para peneliti juga menyarankan beberapa kemungkinan alasan fisik untuk ini:

  1. Kecemasan dapat mengurangi tekanan pada sfingter esofagus bagian bawah, sekelompok otot yang menjaga perut tetap tertutup dan mencegah asam masuk ke kerongkongan.
  2. Reaksi stres dan kecemasan dapat menyebabkan ketegangan otot permanen. Hal itu dapat meningkatkan tekanan pada organ itu dan meningkatkan kadar asam.
  3. Tingkat kecemasan yang tinggi dapat meningkatkan produksi asam lambung  

Dengan begitu penting bagi pengidap penyakit asam lambung untuk mengetahui cara mencegah asam lambung naik. Pasalnya, penyakit ini bisa kambuh kapan saja dan menyebabkan perut terasa nyeri dan panas. Tentunya hal ini akan mengganggu aktivitas sehari-hari.